Nasional, Jakarta - Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan Sufmi Dasco Ahmad memperkirakan proses penanganan dugaan pelanggaran kode etik Setya Novanto memakan waktu lama. Sebab, dugaan laporan terhadap Novanto berbarengan dengan sembilan laporan pelanggaran yang masuk pada masa reses.

Laporan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Bonyamin Saiman tentang Novanto baru akan diverifikasi. Keputusan kelanjutan proses hukum akan diputuskan melalui rapat internal MKD. "Kami baru baca sekilas dan akan disampaikan pada tim verifikasi lalu dibawa ke rapat internal MKD," kata Dasco di Ruang MKD, DPR RI , Senayan, Jakarta, Jumat 17 Maret 2017.

Baca:
Setya Novanto Enggan Komentari Tudingan Berbohong oleh MAKI
Sidang E-KTP, Pesan Setya Novanto: Bilang Tidak Kenal Saya  

Dasco memperkirakan proses penanganan laporan tentang Novanto tak secepat proses penanganan pelanggaran kode etik yang pernah dijalani bekas Ketua DPR, Ade Komarudin. Saat itu tak banyak kasus yang ditangani MKD. "(Hanya) Ada dua laporan dari internal waktu itu, jadi saling berkaitan," kata politikus Partai Gerindra itu.

Novanto kembali diadukan ke MKD dengan dugaan pelanggaran kode etik sehubungan dengan keterlibatannya dalam perkara korupsi e-KTP. Sebelumnya, Novanto pernah dilaporkan ke MKD karena dinilai melanggar kode etik karena bertemu dengan calon presiden Amerika Serikat Donald Trump dan kasus “Papa Minta Saham” Freeport.

Baca juga:
Sidang E-KTP, Gamawan: Usul Anggaran dari DPR dan Menteri Lama  
Bantu Pengungsi Rohingya, Indonesia Bangun Rumah Sakit di Myanmar

Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan Novanto ke MKD. Dasco pun menyebutkan masih bakal memverifikasi laporan itu dan memutuskan keberlanjutan kasus ini dalam internal MKD.

Nama Setya Novanto disebut dalam berkas dakwaan sidang kasus e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis 9 Maret 2017. Setya bahkan disebut menerima duit Rp574 miliar dari proyek senilai Rp5,9 triliun yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

Namun berulang kali ia membantah. “Tidak ada satu sen pun, baik kepada Partai Golkar maupun saya pribadi.” Untuk itu ia menawarkan rekeningnya dicek.


ARKHELAUS W.